Membaca Buku Fiksi Ilmiah untuk Anak-anak

Written by Raisa Rahima, Content Writer Intern at Project Child Indonesia

Fiksi Ilmiah (Science Fiction/ Sci-fi) adalah genre yang memasukkan teknologi sains yang dapat secara mungkin terjadi di masa depan dan/atau di angkasa dan/atau di dalam dimensi lain. Buku-buku terbaik fiksi ilmiah untuk anak-anak adalah cerita-cerita yang menarik dengan aspek saintifik yang keren dan karakter-karakter yang menarik. Misalnya, Buku Harry Potter karya J.K Rolling, The Little Prince karya Antoine de Saint-Exupery dan Frankenstein karangan Mary Shelley. 

Di Indonesia sendiri, kita dapat menemui fiksi ilmiah berupa legenda (folklore) rakyat Indonesia seperti Bawang merah Bawang Putih yang bercerita tentang buah kelapa yang berisikan hadiah, Keong Mas yang dapat berubah menjadi manusia dan Si Lidah Emas yang dapat mengutuk manusia menjadi emas. Seluruh cerita ini merupakan karangan fiksi ilmiah yang memungkinkan objek-objek dimanipulasi secara fiktif dari hukum-hukum alam yang tersedia.

Sekilas, kita akan menganggap bahwa fiksi ilmiah dapat membuat anak-anak menjadi delusional dan jauh dari kenyataan. Membaca terlalu banyak fiksi membuat anak-anak menjadi malas menghadapi kenyataan yang ada dan sebagai konsekuensi, malas memikirkan secara rasional kejadian-kejadian yang ada di hidup ini. Guru-guru seringkali memberitahu anak-anaknya untuk tidak terlalu mengarang cerita dalam teks naratif. Tetapi tentu klaim ini tidak bisa kita terima mentah-mentah. Terdapat banyak manfaat positif membaca buku fiksi ilmiah bagi anak-anak, salah satunya adalah meningkatkan rasa penasaran dan semangat belajar anak-anak.

Menurut Madeleine L’Engle (1982) dalam Childlike Wonder and the Truths of Science Fiction, kisah-kisah fiksi ilmiah selalu memantik anak-anak untuk bertanya-tanya lebih lanjut tentang dunia. Misalnya, Ketika anak-anak menonton kisah Little Einstein yang terbang ke angkasa, anak-anak akan mempertanyakan “bagaimana suatu roket dapat terbang?”, “bagaimana roket dapat bekerja?” “mengapa transportasi lain selain roket tidak bisa terbang?”.

Selebihnya, L’Engle mengatakan bahwa sains terlihat seperti disiplin yang paling rasional tanpa penggunaan imajinasi dan intuisi. Rumus sederhana seperti E= mc2 mengajarkan kita bahwa “energi setara dengan massa dikali kecepatan Cahaya kuadrat”. Rumus ini sungguhlah rasional sampai-sampai kita lupa dampak imajinatifnya. Dunia sains kontemporer, seperti astrofisika dan biologi selular, sangatlah fantastis dan puitis sampai-sampai ia hampir terlihat seperti fiksi.

Seorang astrofisis asal inggris, Fred Hoyle, menulis tentang fiksi ilmiah dan artikel untuk jurnal akademik astrofisika. Mengapa seseorang seperti Hoyle menulis fiksi sedangkan ia sangatlah sukses dalam dunia “nyata” sains? Alasannya adalah sains bergantung pada imajinasi sebagaimana ia bergantung pada intelektualitas.

Imajinasi sangatlah penting untuk meningkatkan kognisi pembelajaran anak-anak. Dalam matematika, imajinasi seperti intuisi dijadikan perangkat untuk mengerjakan soal-soal pembuktian matematis. Dalam filsafat, intuisi dijadikan perangkat bagi kita untuk mengetahui lebih dalam kenyataan yang ada seperti dunia immaterial dari dunia yang material.

Dengan membaca fiksi ilmiah, anak-anak dapat dilatih untuk menggunakan imajinasi yang dapat meningkatkan rasa penasaran dan semangat belajar mereka untuk mempelajari dunia.

Referensi

L’Engle, M. (1982). Childlike Wonder and the Truths of Science Fiction. Children’s Literature, 10, 102-110. https://doi.org/10.1353/chl.0.0656

Taylor, M. (2020, March 10). The Best Science Fiction (Sci-Fi) Books for Kids Ages 6 – 16. Imagination Soup. https://imaginationsoup.net/best-science-fiction-books-kids/