Mengembalikan Perspektif Sungai Bersih dan Sehat Anak-Anak

Written by Amaranila Nariswari, Content Writer Intern at Project Child Indonesia

Sejak tahun 2011 lalu, pemerintah Indonesia menetapkan tanggal 27 Juli sebagai Hari Sungai Nasional dan secara resmi mencantumkannya dalam Pasal 74 Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2011. Harapannya, dengan adanya Hari Sungai Nasional ini, masyarakat akan lebih peduli terhadap kebersihan lingkungan sungai-sungai yang ada di Indonesia serta mengembalikan fungsi sungai yang sebelumnya tercemar dan tidak dapat dimanfaatkan secara optimal. Berbicara tentang sungai, apa sih, yang ada di benak kalian jika kalian membaca atau mendengar kata ‘sungai’? Kira-kira sama tidak ya, perspektif setiap orang terhadap sungai? Atau coba kalian bandingkan diri kalian pada saat ini dengan pada saat kalian kecil, apakah ada perubahan pandangan mengenai sungai? Coba kalian menggambar sungai, ada komponen apa saja yang tercantum dalam gambar kalian itu?

Ternyata ada lho, penelitian yang melihat bagaimana anak-anak mengkonstruksikan konsep dari sebuah sungai. Penelitian ini dilakukan oleh Margaret Mackintosh dan diterbitkan pada tahun 2010. Mackintosh (2010) dalam artikelnya mencoba mencari tahu seberapa dalam pemahaman anak-anak umur 9-10 tahun di Inggris mengenai sungai melalui analisis terhadap beberapa kegiatan, di antaranya ialah hasil wawancara dan menggambar. Beberapa jawaban menarik yang tercantum dalam artikel Mackintosh tersebut di antaranya menyatakan bahwa sungai merupakan “something that flows and has fish and water” (sesuatu yang mengalir dan memiliki ikan dan air), tidak sedikit pula yang menjawab dengan “wet water running down” (air basah yang mengalir) atau “a long blue thing that’s wet” (sesuatu yang berwarna biru dan panjang yang mengalir). Jawaban-jawaban tersebut cukup menarik, bukan? 

Apabila dianalisis, jawaban-jawaban tersebut cukup menggambarkan bagaimana anak-anak mempersepsikan konsep sungai. Jawaban-jawaban tersebut didominasi oleh aspek air yang mengalir, dibarengi dengan rerumputan di sekitarnya, kemudian ada pula kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan di sungai, seperti berpiknik atau memancing. Pada kenyataannya, kegiatan-kegiatan tersebut tidak mudah dilakukan di sungai-sungai di Indonesia karena air sungai yang tercemar menyulitkan kegiatan memancing, dan banyaknya polusi tanah menyebabkan minimnya rerumputan di sekitar sungai untuk berpiknik. Volume air yang seharusnya cukup untuk mengairi tanah di sekitarnya juga mulai berkurang, padahal, volume air tidak pernah berubah, lho! Baik pada saat ini, seribu tahun yang lalu, atau seribu tahun ke depan. Hanya saja, jumlah air bersih memang berkurang, dan sungai-sungai mulai banyak yang mengering karena wujud dan lokasi air yang berubah. Sedih sekali, kan!

Bagi mereka yang tinggal di bantaran sungai, dampak dari minimnya air sungai yang bersih tentu berpengaruh dalam menurunnya kualitas hidup. Berkaca dari hasil penelitian di atas, sudah seharusnya kita sadar tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan, mulai dari membuang sampah pada tempatnya hingga menghemat penggunaan air bersih. Melihat kondisi masyarakat sekitar sungai yang rentan, Project Child Indonesia memiliki program yang ditujukan untuk mendukung perkembangan masyarakat di tiga lokasi bantaran sungai berbeda di Yogyakarta: Kricak, Gajahwong, dan Code. Ialah “Sekolah Sungai”, program ini berfokus untuk mengkampanyekan isu-isu kesehatan, lingkungan yang bersih, dan pemberdayaan masyarakat setempat. Apabila kalian ingin tahu lebih lanjut mengenai program Sekolah Sungai dari Project Child Indonesia, kakak-kakak dapat mengakses tautan berikut!

Selama masa pandemi ini, kegiatan Sekolah Sungai disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat sekitar. Salah satunya adalah kebutuhan belajar adik-adik di tiga lokasi bantaran sungai di atas. Kebijakan pemerintah yang sebelumnya mengharuskan kegiatan belajar-mengajar menjadi daring bukan merupakan perkara mudah bagi masyarakat sekitar. Sulitnya akses terhadap internet dan tingkat pemahaman yang berbeda bagi tiap-tiap anak tentu juga menjadi ‘PR’ tersendiri bagi orang tua. Melihat peliknya permasalahan ini, Project Child Indonesia hadir dengan program “Online Learning Assistance” (OLA) guna membantu adik-adik beradaptasi dalam kegiatan belajar-mengajar secara daring maupun peralihan ke masa luring pada saat ini. 

Dikembangkan sejak tahun 2020, program OLA ini telah menjangkau lebih dari 40 sekolah di Yogyakarta dan Pacitan dalam memfasilitasi kebutuhan pembelajaran daring bagi kelompok yang paling rentan. Didanai oleh Alumni Grant Scheme (AGS) dan dibantu oleh para relawan, OLA memberikan fasilitas pembelajaran peer-to-peer bagi anak-anak usia 10-12 tahun dalam memahami materi belajar di sekolah, terutama dalam bidang matematika, sains, dan Bahasa Inggris. Project Child Indonesia juga mendukung kebutuhan emosional adik-adik dan para relawan melalui kegiatan “Mindfulness”. Kegiatan ini bertujuan untuk merangsang kecerdasan emosional anak-anak melalui partisipasi aktif dalam kegiatan yang bersifat interaktif antara relawan dengan anak-anak di tiga lokasi di atas. 

Melihat keberhasilan dari dua program tersebut, selanjutnya Project Child Indonesia memiliki cita-cita untuk terus mendukung program pemerintah dalam menciptakan akses pembelajaran daring yang setara bagi seluruh anak di Indonesia. Project Child Indonesia dalam hal ini memprioritaskan mereka yang memiliki akses terhadap sumber daya yang terbatas agar pulih dari situasi pandemi pada saat ini. Tentu saja, program kami tidak akan berhasil tanpa bantuan dari para donor dan relawan yang telah menyisihkan sebagian sumber dayanya untuk bersama bergerak dalam kebaikan! Kakak-kakak dapat mengakses informasi lebih lengkap mengenai program kami dan berdonasi melalui tautan berikut

Referensi

Mackintosh, M. (2010). Children’s Understanding of Rivers, International Research in

Geographical and Environmental Education, 14:4, 316-322, DOI: 10.1080/10382040508668365