Perempuan dan Pendidikan

Ditulis oleh Vina Dina, Content Writer Intern Project Child Indonesia

Di Indonesia, perbedaan kedudukan dan pembagian tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan masih banyak berkembang di masyarakat karena faktor budaya dan kepercayaan. Sebagai contoh, anak perempuan dipandang lebih bertanggung jawab untuk mengurus urusan rumah tangga seperti menyiapkan makanan, mencuci, membersihkan rumah daripada laki-laki.

Konstruksi sosial yang membentuk pembedaan antara laki-laki dan perempuan pada kenyataannya mengakibatkan ketidakadilan terhadap perempuan. Pembedaan peran, status, wilayah dan sifat mengakibatkan perempuan tidak otonom. Perempuan tidak memiliki kebebasan untuk memilih dan membuat keputusan baik untuk pribadinya maupun lingkungan karena adanya pembedaan tersebut (Ainiyah, 2017).

Masyarakat memandang perempuan sebagai sosok yang lemah lembut dan memiliki peran ideal sebagai seorang istri dan ibu yang memiliki tanggung jawab untuk membesarkan anak, membersihkan rumah, mengurus dapur dan melayani suami. Bahkan di beberapa daerah, perempuan memiliki tiga tuntutan utama yang wajib dipenuhi yang dikenal dengan 3M, yaitu Masak (memasak), Mancak (berdandan), Manak (beranak/melahirkan anak). Namun, apakah perempuan ditakdirkan hanya untuk melakukan ketiga tugas tersebut? Apakah ketika mereka tidak menjalankan salah satu tuntutan tersebut, ia gagal menjadi seorang perempuan?

Jauh daripada itu, perempuan memiliki peran yang lebih penting dan lebih luas. Perempuan juga memiliki hak untuk dirinya sendiri dan memilih apa yang ingin mereka lakukan selagi tidak bertentangan dengan norma, hukum dan agama. Mereka berhak memutuskan apakah ia akan menikah, memiliki anak, karier apa yang akan mereka jalani, bahkan seberapa tinggi pendidikan yang akan mereka ambil.

Seiring dengan berkembangnya zaman, peran perempuan semakin berkembang dan tidak dibatasi. Dewasa ini, banyak perempuan mulai menyadari mereka berhak memilih dan mengambil keputusan untuk pribadinya maupun lingkungannya. Hal tersebut didukung dengan semakin berkembangnya paham feminisme dan terbentuknya lembaga-lembaga pemberdayaan perempuan.

Berbicara mengenai perempuan, salah satu sosok yang berjasa dalam memperjuangkan hak-hak kaum perempuan adalah R.A. Kartini. Beliau dikenal sebagai sosok emansipasi wanita yang memperjuangkan kebebasan, persamaan hukum dan pendidikan bagi perempuan.  R.A Kartini membuktikan bahwa perempuan bisa memiliki peran yang lebih besar bagi lingkungannya bahkan bagi bangsa dan negara. Perempuan memiliki hak untuk memutuskan pilihan-pilihan yang ada di hidupnya dan mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya.

Sayangnya, meskipun emansipasi wanita telah diperjuangkan oleh R.A. Kartini dan tetap digaungkan oleh banyak pihak, masih banyak stigma yang bermunculan ketika seorang perempuan mengambil keputusan yang tidak umum di masyarakat, seperti memiliki pendidikan dan/atau jabatan yang tinggi, menjadi pemimpin, memilih untuk tidak menikah dan memiliki anak, serta lain sebagainya. Oleh karena itu, perempuan membutuhkan lebih banyak keberanian untuk memperjuangkan hak dan pilihannya.

You educate a man; you educate a man. You educate a woman; you educate a generation.

-BrighamYoungs

“Untuk apa sekolah tinggi-tinggi, nanti ujung-ujungnya juga di dapur, mengurus anak dan rumah?” 

Pendapat tersebut masih sering sekali kita dengar bahkan sampai detik ini dan membuat sebagian perempuan ragu untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Padahal, pendidikan merupakan hak setiap warga negara, baik laki-laki maupun perempuan, tua atau muda, kaya atau miskin, semua berhak menuntut pendidikan sampai jenjang yang mereka inginkan. Meskipun nantinya seorang perempuan dengan tingkat pendidikan tinggi memilih menjadi ibu rumah tangga, namun ia dapat menjadi seorang ibu rumah tangga dengan wawasan yang lebih luas dan terbuka sehingga melahirkan anak yang cerdas.

Hal tersebut didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Winarti (2019) yang menunjukkan semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, maka semakin baik pola pengasuhan yang diberikan kepada anak. Semakin baik pola asuh yang diberikan, maka akan semakin baik pula tingkat kecerdasan anak karena keluarga, terutama ibu, merupakan tempat belajar pertama yang anak miliki sebelum selanjutnya melanjutkan pendidikan ke sekolah formal.

Educate a woman, you educate her family. Educate a girl and you can change the future.

-Queen Rania of Jordan

Secara tidak langsung, dengan memperbesar kesempatan bagi perempuan untuk mendapatkan pendidikan tinggi, diharapkan dapat mencetak generasi-generasi selanjutnya yang lebih cerdas karena perempuan merupakan arsitek kecerdasan generasi selanjutnya. Selain itu, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka akan semakin besar pula kesempatan bagi mereka untuk mendapatkan pekerjaan dan jabatan yang lebih baik serta pendapatan yang lebih layak.

Terlepas dari persepsi masyarakat bahwa peran ideal perempuan adalah sebagai istri dan ibu, perempuan memiliki hak untuk memilih jalan hidupnya sendiri. Tidak semua perempuan siap untuk hidup bersama membangun rumah tangga, dan tidak semua pasangan yang menikah siap untuk menjadi orang tua. Oleh karena itu, biarkan perempuan memilih apa yang terbaik menurutnya. Sebagai manusia, perempuan memiliki hak untuk mendapatkan kebahagiaan dalam hidup dan menjalani kehidupan sesuai keinginannya tanpa memikirkan stigma masyarakat terkait keputusannya.

Kita harus membuat sejarah. Kita mesti menentukan masa depan yang sesuai dengan keperluan sebagai seorang kaum perempuan dan harus mendapatkan pendidikan yang cukup seperti kaum laki-laki

-R.A. Kartini

Sudah saatnya kita menghapus persepsi bahwa perempuan hanya memiliki peran sebagai anak, kakak/adik, istri dan ibu. Lebih dari itu, perempuan berhak untuk mendapatkan pendidikan tinggi dan mewujudkan semua impiannya sehingga ia dapat menolong dirinya sendiri untuk kemudian mendidik anak-anaknya dan membantu mensejahterakan bangsa dan negara melalui ilmunya. Seperti yang dituliskan pada surat R.A. Kartini untuk Ny. Abendanon, “kami berikhtiar agar teguh sungguh, sehingga kami sanggup berdiri sendiri, menolong diri sendiri. Dan siapa yang dapat menolong dirinya sendiri, akan dapat menolong orang lain dengan lebih sempurna pula”. 

Sebagai sesama perempuan dan sesama manusia, kita bisa saling membantu satu sama lain untuk mendapatkan akses pendidikan yang lebih baik. Untuk membantu mendukung kemudahan akses dan fasilitas dalam pendidikan di masa pandemi Covid-19, Project Child Indonesia mengadakan program Online Learning Assistant (OLA). OLA merupakan program yang dibuat untuk membantu anak-anak komunitas Sekolah Sungai mendapatkan dan memahami materi sekolah dengan lebih baik lagi melalui tutor tambahan diluar jam sekolah baik secara offline maupun online. Kamu dapat berkontribusi dalam program tersebut dengan menjadi volunteer, partner atau supporters dan berdonasi pada laman kitabisa.com

We believe that everyone can do good, and this time is our job to fix the misunderstood opinion about women’s education and bring the brighter future.  

Sumber:

Ainiyah, Qurrotul. (2017) “Urgensi Pendidikan Perempuan Dalam Menghadapi Masyarakat Modern’, Halaqa: Islamic Education Journal

Nabila, F. S. dan Jakaria U. (2020) “Persepsi Masyarakat terhadap Pentingnya Pendidikan Tinggi untuk Kaum Perempuan (Studi Kasus di Desa Curah Dringu Kecamatan Tongas Kabupaten Probolinggo)”, AL-HIKMAH : Jurnal Pendidikan dan Pendidikan Agama Islam, 2(2), p-ISSN 2685-4139Winarti, W. (2019) “Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Orang Tua dengan Orientasi Pola Asuh Anak Usia Dini (Studi di RA al Karimy Kec. Kutorejo Kab. Mojokerto)”, PROCEEDING: The Annual International Conference on Islamic Education, 4(1), pp. 261-270.