Kesenjangan Pendidikan Literasi Digital dengan Kemudahan Akses Internet

Sosialisasi Internet Literacy Program di SD Muhammadiyah Wirobrajan. Foto: Mahessa.

Oleh Muhammad Abie Zaidannas Suhud – Sekretaris Jenderal, Project Child Indonesia

Pekan lalu saya dan beberapa anggota tim Project Child Indonesia berkunjung ke SD Muhammadiyah 2 Wirobrajan untuk diskusi dan sosialisasi Internet Literacy Program dengan murid, guru serta orang tua murid. Kunjungan ini bertujuan untuk membuka program bertajuk Internet Literacy Program yang diselenggarakan oleh Project Child Indonesia dengan kolaborasi bersama Gameloft Indonesia yang mendonasikan 10 unit komputer untuk sekolah tersebut.

Ketika saya bertanya pada para murid siapa yang punya akun Instagram, Facebook, Line dan menggunakan aplikasih chatting seperti WhatsApp, Telegram dan BBM, hampir semuanya mengacungkan tangan. Namun ketika saya tanya kepada orang tua murid, apakah mereka tahu anaknya menggunakan aplikasi-aplikasi tersebut, hampir semua orang tua menjawab tidak tahu. Hal ini berarti banyak anak-anak di bawah umur yang menggunakan internet tanpa pengawasan atau bimbingan orang tua.

Akses internet di Indonesia (pulau Jawa khususnya) sangat mudah dan murah untuk dijangkau semua kalangan. Tentunya hal tersebut adalah hal yang bagus dan patut disyukuri. Walaupun demikian, kemudahan akses tersebut tidak diikuti dengan kesiapan banyak pihak mulai dari orangtua, guru, sekolah hingga pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pendidikan literasi digital untuk pengguna internet muda.

Demografi pengguna internet di Indonesia didominasi oleh generasi muda. Sebanyak 35,6 juta atau 26,9% dari total 132,7 juta pengguna internet di Indonesia berusia 10 hingga 24 tahun (APJII, 2016). Sementara itu, generasi berusia 25-40 an yang sekarang banyak menjadi orang tua, terutama dari kalangan ekonomi menengah ke bawah cenderung kurang paham dan mengikuti perkembangan teknologi dengan utuh.

Akibatnya, tidak jarang anak-anak menggunakan internet hanya sebatas untuk memenuhi kebutuhan hiburan. Dalam beberapa kasus, anak-anak bukan saja mengkonsumsi pornografi tapi juga menjadi ‘produsen’ yang membuat sendiri konten pornografi dengan ponsel pintarnya. Dalam beberapa kasus lainnya anak-anak juga menjadi korban penculikan atau perdagangan manusia. Belum lagi masalah-masalah terkait misinformasi dan berita palsu (fake-newshoax) yang kerap beredar di Internet yang banyak tersebar di kalangan anak-anak yang kemudian memperparah konflik pada isu SARA di Indonesia.

Adanya kesenjangan antara kemudahan mengakses internet dengan pendidikan literasi digital dan etika berinternet harus menjadi perhatian semua pihak. Perlu ada upaya-upaya yang terkoordinir untuk menyediakan pendidikan literasi digital untuk anak-anak, khususnya untuk anak-anak usia Sekolah Dasar. Selain itu juga perlu upaya untuk memberikan edukasi kepada orang tua supaya dapat membimbing anak-anaknya dalam menggunakan teknologi, khususnya internet dan media sosial.

Internet Literacy Program yang digagas oleh Project Child mencoba mengisi kesenjangan antara kemudahan mengakses internet dengan rendahnya pendidikan literasi digital di Indonesia. Program ini bertujuan untuk mengenalkan teknologi dan penggunaan internet yang aman dan bertanggungjawab bagi generasi muda Indonesia, khususnya siswa-siswa usia Sekolah Dasar. Melalui program ini siswa akan diberikan pendidikan tentang literasi digital mulai pengenalan dasar komputer dan internet, bagaimana cara menggunakan internet secara aman dan bertanggung jawab, pengenalan kepada bahasa pemrograman serta bagaimana memanfaatkan internet untuk peningkatan kapasitas diri.

Semua pihak diharapkan dapat berpartisipasi aktif dalam program ini baik sebagai relawan atau menyumbangkan komputer untuk membangun laboratorium komputer di sekolah-sekolah dasar yang tidak mampu membiayai pembangunan dan pengembangan laboratorium di sekolahnya. Untuk berpartisipasi aktif, anda dapat mengunjungi laman web Project Child Indonesia.